Teori Kritis Jurgen Habermas

Pandangan Umum
Teori Kritis menjadi mitos baru, yaitu suatu gagasan yang dianggap memiliki kebenaran absolut. Gejala ini berarti pula bahwa praxis emansipatoris yang coba diperjuangkan oleh Teori Kritis awal menjadi sia-sia. Teori Kritis justru menjadi dominasi baru yang tidak membuat orang tidak lagi berpikir kritis karena suatu gagasan yaitu Teori Kritis sudah dianggap sebagai kebenaran. Semagat perubahan dalam kehidupan sehari-hari kadang banyak pemikir menyalahkan bahwa usaha-usaha yang didasarkan pada semangat Pencerahan untuk mencari kebenaran dan rasio universal atas nama kebebasan dapat membawa pada penyingkiran dan penekanan terhadap paradigma pikir yang lain. 


Misi Teori Kritis adalah membuat filsafat dan ilmu pengetahuan sebagai praksis emansipatoris. Artinya, bahwa filsafat dan ilmu pengetahuan harus menjadi kekuatan dapat yang membebaskan manusia dari segala bentuk dominasi atau kekangan struktur-struktur dominasi, termasuk mitos. Pendirian ini menyiratkan pengertian bahwa Teori Kritis tentu saja digagas dalam sebuah masyarakat, yaitu masyarakat kapitalisme di mana eksploitasi manusia atas manusia terjadi di dalamnya. Para borjuis memeras buruh untuk kepentingan akumuasi modal. Teori Kritis ingin mengubah keadaan yang dianggap tidak adil ini.

Jurgen Habermas sebagai penerus Marxian, tampaklah bahwa Teori Kritis memiliki hubungan dengan pemikiran Marx., Seperti diketahui, Marx adalah seorang filsuf yang amat menaruh perhatian pada perubahan keadaaan produksi kapitalisme yang bukan saja eksploitatif, tetapi juga membuat manusia teralienasi, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan sesamanya. Menurut Marx, satu-satunya cara untuk mengubah situasi ini adalah melalui perjuangan kelas. Kelas buruh harus bersatu untuk melawan kaum borjuis. Singkat kata, kalau mau lepas dari penindasan yang ada harus ada revolusi kelas yaitu revolusi proletariat. Pada intinya, generasi pertama Teori Kritis masih mengikuti pemikiran Marx tersebut. Maka, filsafat atau ilmu pengetahuan menjadi praxis ketika filsafat dan atau ilmu mengetahuan harus melahirkan revolusi dalam masyarakat. 

Dalam semangat perubahan ini dalam Teori sosial menurut perspektif Teori besar Habermas berbicara tentang kolonisasi dunia-hidup oleh sistem, dan halangan komunikasi yang bebas dan terbuka. Tak dapat dipungkiri dunia hidup adalah kenyataan komunikasi keseharian antara hubungan manusia. Sistem bersumber pada dunia hidup, namun kemudian mengembangkan strukturnya sendiri yang tumbuh semakin berjarak dan terpisah dari dunia hidup. Pemikiran kritis tetaplah produktif dalam usaha mereka untuk membawa unsur-unsur tak terkatakan dari pemikiran ke dalam realitas pertimbangan dan diskursus. Terdapat beberapa masalah yang masih terbuka, termasuk tuduhan ‘inkonsistensi’ Habermas terhadap ‘semangat emansipatoris’ yang muncul dalam antara Kenyataan dan Norma. Juga beberapa isu tentang globalisme dan identitas budaya.

Teori kritis ada penekanan hubungan antara teori dan praksis, dan teori mesti dapat diterjemahkan ke dalam tindakan (praksis). Ini pula masalahnya yang melandasi pemikiran teori kritis tentang ilmuan (sosial); di mana dalam pandangan teori kritis posisi ilmuan (sosial) bukan cuma bertugas memberikan pengetahuan perihal fenomena social atau menjelaskan kondisi social semata, melainkan juga mesti memberikan penerangan atau pencerahan kepada para pelaku social ihwal kondisi social yang menindas mereka. Sehingga dengan menyadari kondisi dan situasi social tersebut masyarakat dapat memahami dan mengubah kondisi yang sebetulnya memanipulasi dan menindas mereka itu.(Keislaman, Keislaman, Vol, & Bima, 2018).

Berakhirnya perang menimbulkan harapan dan peluang baru pemuda Jerman, termasuk Habermas. Hancurnya Nazisme menimbulkan optimisme mengenai masa depan Jerman, namun Habermas kecewa karena hampir tak ada kemajuan yang berarti di tahun-tahun permulaan sesudah perang. Dengan berakhirnya kekuasaan Nazi, semua jenis peluang intelektual muncul, dan buku-buku yang semula dilarang dibaca kini boleh dibaca dan tersedia buat Habermas

Jurgen Habermas merupakan penerus Marxian yang sangat kritis dari generasi kedua Mazhab Frankfurt. Ia, dilahirkan di Jerman 18 Juni 1929, seorang filsuf yang paling berpengaruh di abad kontemporer. Pemikiran-pemikiranya mulai munncul setelah ia memasuki sebujah aliran filsafat yang sejak 60 tahun semakin berpengaruh dalam dunia filsafat dan ilmu-ilmu sosial. Habermas adalah seorang pemikir sosial yang sangat penting di dunia dewasa ini. Lahir dari keluarga kelas menengah yang agak tradisional. Ayahnya pernah menjabat direktur Kamar Dagang. Ketika berusia belasan tahun selama PD II Habermas sangat dipengaruhi oleh perang itu. (Iwan, 2016)

Memetakan Pemikiran Habermas
Habermas dikenal sebagai pembaharu tradisi intelektual yang dirintis oleh Max Horkheimer, sepanjang yang dirumuskan habermas ada enam tema dalam program teori mereka :
a. Bentuk-bentuk integrasi social
b. Masyarakat postliberal
c. Sosialisasi dan perkembangan ego
d. Media massa dan kebudayaan massa
e. Psikologi sosial protes
f. Teori seni dan kritik atas positivisme

Untuk memahami pemikiran Jurgen Habermas terlebih dahulu harus dipahami latar belakang yang mempengaruhi teori-teori pemikirannya. Bisa dipastikan bahwa Habermas sangat dipengaruhi oleh warisan intelektual Mazhab Frankfurt yang terkenal dengan Teori Kritisnya. Sejak tahun 30-an Habermas sudah tertarik dan mengkaji gaya karya-karya Hokheimer dan Adorno. Ternyata dikemudian hari teori Mazhab Frankfrut ini tidak saja menentukan gaya pikir dan isi teori-teorinya namun lebih jauh Habermas juga melakukan semacam pembaharuan atas kelemahan teori kritis itu terutama dengan melihat pesimis pendahulunya dalam memandang dunia modern. Disebut Teori Kritis karena mazhab pemikiran ini dikenal sangat getol mensosialisasikan suatu gaya berpikir analisis.

Kritik adalah konsep kunci untuk memahami Teori Kritis. Kritik juga merupakan suatu program bagi Mazhab Frankfrut untuk merumuskan suatu teori yang bersifat emansipatoris tentang kebudayaan dan masyarakat modern. Kritik-kritik mereka diarahkan pada berbagai bidang kehidupan masayarakat modern, seperti seni, ilmu pengetahuan, ekonomi, politik dan kebudayaan pada umumnya yang bagi mereka telah menjadi rancu karena diselubungi ideologi-ideologi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu sekaligus mengasingkan manusia individual di dalam masyarakatnya. 
Anggapan semacam itu mengkristal menjadi suatu kepercayaan umum bahwa satu-satunya bentuk pengetahuan yang benar adalah pengetahuan ilmiah dan pengetahuan semacam itu hanya dapat diperoleh dengan menerapkan metode ilmu-ilmu alam pada ilmu-ilmu sosial. Anggapan seperti itu disebut saintisme. Menanggapi kenyataan itu, madzhab Frankfrut memberi alternative dengan “teori kritis” nya sebagai teori yang memihak praxis emansipatoris masyarakat. Di kemudian hari kemudian Habermas merumuskan teori itu sebagai dasar epistemologisnya dengan menyatakan bahwa ilmu pengetahuan sangat berhubungan dengan kepentingan kognitif, sehingga posisi ilmu pengetahuan tidak pernah bebas nilai, ilmu pengetahuan akan sangat dipengaruhi oleh sosial politik (ideologi), kekuasaan, dan kepentingan, termasuk juga oleh kelompok teori kritis yang didorong oleh kepentingan emansipatoris.

Ambisi Jurgen Habermas adalah menggantikan rasionalitas teknologi yang menguasai masyarakat modern dengan rasionalitas komunikatif yang mencapai konklusinya melalui diskusi dan dialog. Tujuan seperti ini berusaha diraih Habermas dengan cara mengubah penekanan filosofis dari hubungan subyek-obyek menjadi proses komunikasi intersubyektivitas. Habermas yakin bahwa dengan tindakan komunikasi semacam itu akan mencapai cita-cita teori kritis dan juga sekaligus membangun etika diskursus universal sebagai dasar evaluatif dari kritik sosial. (Srivanto, Fromm, Lowental, Neumann, & Kirchheimer, 2006).

Perlu diketahui bahwa ilmu pengetahuan, menurut Habermas, dibedakan menjadi tiga kategori dengan tiga macam kepentingan yang mendasarinya: 

  1. Kelompok ilmu empiris, kepentingannya adalah menaklukkan, menemukan hukum-hukum dan mengontrol alam.
  2. llmu-ilmu humaniora, yang memiliki kepentingan praktis dan saling memahami,. Kepentingan ilmu ini bukan untuk mendominasi atau menguasai, juga bukan membebaskan, tetapi memperluas saling pemahaman.
  3. Ilmu kritis yang dikembangkan melalui refleksi diri, sehingga melalui refleksi diri, kita dapat memahami kondisi-kondisi yang tidak adil dan tidak manusiawi dalam kehidupan. Kepentingannya adalah emansipatoris.

Habermas dan Marxisme
Dalam konteks Marxisme pada umumnya, Habermas adalah seorang filsuf yang kritis terhadap pemikiran-pemikiran Marxis, bukan hanya Marxisme-ortodoks, melainkan juga Neo-Marxisme pada umumnya. Seperti para pendahulunya ia bermaksud menyesuaikan warisan Marxis dengan tuntutan-tuntutan zaman ini, dan lebih melakukan kritik karena bagi Habermas karya Marx ini merupakan kritik, dengan jalan tidak hanya dengan mengupas karya-karya Marx tetapi juga melakukan penafsiran ulang dari penafsiran yang dilakukan oleh para penganut aliran ini. Corak penafsiran Habermas bersifat ilmiah dan filosofis, ia berusaha mengeliminir ciri-ciri romantis dari pemikiran Marx yang secara dominan mempengaruhi Adorno, Hokheimer dan Marcuse. Hal ini ia lakukan dengan tujuan Habermas ingin memurnikan pemikiran-pemikiran Marxis dari romantisme maupun positivisme yang dianut oleh partai-partai komunis dan cendekia marxis lainnya.
Menurut Habermas, apabila Marx hanya sebagai ilmuwan belaka maka para penganut ajaran marxisme akan jatuh kepada sikap positivistis yang sekaligus bersifat ideologis, positivistis karena, mereka mengambil begitu saja pernyataan-pernyataan Marx yang sebenarnya tidak lagi memiliki relevansi bagi masyarakat dewasa ini, dan dengan cara seperti ini teori-teori Marx itu dipalsukan dan menjadi dogmatisme, dan ideologis karena pemikiran-pemikiran Marx akan digunakan sebagai legitimasi praxis politis yang kebal dari argument-argumen lawan. Ideologi adalah ide-ide yang dipercaya sebagai alasan tindakan akan tetapi tidak pernah efektif sebagai motif tindakan, alasan Habermas adalah karena menggerakkan kelompok sosial sebenarnya adalah motif yang sengaja disembunyikan dan lama kelamaan tidak disadari lagi sebagai motif.

Faktor-faktor Kebuntuan Teori Kritis
Teori Kritis merupakan salah satu dari teori sosiologi, yang dikenal dengan teori kritik masyarakat. Pusat perkembangan teori kritis berada di madzab frankfrut atau Frankfruter School lembaga yang mengembangkan teori kritis sebagai alat refleksi diri untuk keluar dari dogmatisme baru. Dan sebagaimana diketahui melalui sekolah ini pula ajaran-ajaran Marx diperbarui dan bahkan ditinggalkan.
Teori kritis benar-benar mencapai puncak di bawah Jurgen Habermas dan Max Horkheimer. Teori Kritis di bawah tanggung jawab Horkheimer mengalami jalan buntu, namun tidak lama kemudian Jurgen Habermas melakukan revisi-revisi atas teori kritis. Habermas dapat dipandang sebagai pewaris dari teori kritis. Sampai sekarang teori kritis masih tetap konsisten untuk menyerang kapitalisme yang tidak manusiawi.

Dalam pandangan Habermas, kebuntuan-kebuntuan yang terjadi pad mazhab Frankfurt adalah disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
  • Terjebak oleh daya integrative sistem masyarakat kapitalisme lanjut (the old capitalism), padahal dalam kenyataannya kaum buruh tidak mesti sepenuhnya terhegemoni dalam masyarakat kapitalis itu;
  • Teori kritis tetap bertolak pada pandangan Marx yang terlalu pesimis terhadap manusia yang memandang manusia semata-mata makhluk ekonomi dengan dialektika materialnya;
  • Teori kritis menerima sepenuhnya pemikiran Marx, bahwa manusia adalah makhluk yang bekerja, yang berarti juga menguasai.

Pada saat yang demikian itulah Habermas memberikan celah jalan keluar dengan melalui cara rekonstruksi besar-besaran terhadap teori kritik mazhab Frankfurt denan memadukan teori-teori sebelumnya. Dalam pandangan Habermas, teori kritis mazhab Frankfurt melakukan kesalahan ketika menerima begitu saja pemikiran Marx yang mereduksikan manusia pada satu macam tindakan saja, yaitu pekerjaan, termasuk ketika berinteraksi dengan orang lain. Karena bekerja selalu berarti menguasai, maka pekerjaan untuk pembebasan itu selalu akan menghasilkan perbudakan baru yaitu pergumulan untuk saling menguasai.

Habermas sebagai Pembaharu Teori Kritis Melalui Paradigma Komunikasi dan Bahasa
Menurut Habermas, interaksi antar manusia dapat dimediasikan secara simbolis lewat bahasa dan gesture tubuh yang ekspresif (mengandung makna) , sedangkan hakekat bahasa adalah komunikasi, dan komunikasi hanya mungkin dilakukan dalam keadaan saling bebas, karena tujuan komunikasi adalah menjalin saling pengertian, oleh karena itu rasionalitas dalam bahasa harus menjadi pusat perhatian. Komunikasi dalam bahasa akan berhasil jika memenuhi empat norma atau klaim yaitu:
a. Jelas, artinya orang dapat mengungkapkan dengan tepat apa yang dimaksud;
b. Ia harus benar, artinya mengungkapkan apa yang mau diungkapkan;
c. Ia harus jujur, jadi tidak boleh bohong;
d. Ia harus betul, sesuai dengan norma-norma yang diandaikan bersama.

Habermas dan Pandangan atas Agama
Habermas menganalisis situasi masyarakat modern dengan melihat cara dan strateginya mengembangkan rasionalitas tertentu dalam kenyataan hidupnya sehari-hari secara konkret. Habermas menilai bahwa masyarakat modern terlalu mengembangkan rasionalitas instrumental. Menurut Habermas, rasionalitas instrumental memunculkan masyarakat yang memiliki kesadaran yang bersifat teknologis dan teknokratis. Dalam analisisnya, Habermas melihat bahwa munculnya masyarakat semacam itu terjadi dalam dua tahap. Pertama, tahap teori sosial. Pada tahap teori sosial, kecenderungan untuk berpikir secara teknokratis mengancam dimensi reflektif dalam hidup manusia. Kedua, tahap teori pengetahuan. Pada tahap teori pengetahuan, rasionalitas intrumental ini bisa menguasai pikiran masyarakat modern. Pikiran yang dikuasai rasional instrumental ini memberi tempat yang kokoh pada positivisme. Padahal, positivisme selalu mengabdi dan menyesuaikan diri pada realitas yang ada.8 Akibatnya, positivisme juga tidak memberi tempat untuk aktivitias reflektif.9 Buah dua tahap analisisnya ini membuat Habermas melihat terjadinya.

Gejala kemunduran kemampuan reflektif manusia. Padahal, refleksi atas situasi hidup sehari-hari seharusnya membantu manusia menyingkap dan meng- ungkap kepentingan-kepentingan mendasar dan prinsip dari hidupnya. Dengan kata lain, tanpa upaya reflektif, manusia akan kehilangan pemaknaan akan hidupnya, baik bagi dirinya sendiri, bagi masyarakat di mana ia tinggal, maupun dalam relasinya dengan Tuhan. Berangkat dari buah analisisnya ini, Habermas bermaksud mempromosikan suatu paradigma baru. Menurutnya, paradigma ini bisa memberi peluang bagi manu-sia untuk mencapai rasionalitas yang bersifat lebih komunikatif. Rasionalitas semacam itu penting untuk menyokong pembentukan identitas pribadi dan sosial manusia modern. (Viktorahadi, 2017).

Kenyataan bahwa agama-agama bisa bertahan menghadapi begitu banyak perso-alan kontingensi. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kontingensi adalah sesuatu yang hanya kebetulan, yang ketiadaannya tidak akan me- niadakan kenyataan yang lain. Menurut Habermas, agama bisa bertahan karena sudah diimunisasi. Dalam proses imunisasi itu agama sudah dimasukkan dalam tema-tema tertentu. Selain itu, masih dalam proses imunisasi, agama juga dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga tertutup hatinya untuk melibatkan diri dengan penderitaan dunia dan manusia. Proses imunisasi ini dimulai dengan dipisahkannya yang sakral dengan yang profan. Akibat pemisahan tersebut, agama menjadi semakin jauh dari persoalan dunia. Agama menjadi tidak komunikatif lagi terhadap dunia. Praksis agama menjadi praksis yang tidak komunikatif. Bahasa yang dipakai agama menjadi bahasa yang terbatas. 

Habermas berargumen bahwa ada satu kemiripan tajam antara tipe-tipe tertentu dalam tradisi budaya Yahudi dengan idealisme Jerman, yang akarnya seringkali dipandang berasal dari Pietisme Protestan. Suatu kemiripan penting, yang krusial khususnya bagi pemahaman Teori Kritis, adalah ide Cabalistic lama bahwa tuturan, ketimbang gambar, adalah satu-satunya cara untuk mendekati Tuhan. Jarak antara agama bahasa Ibrani, bahasa sakral, dan tuturan profane dalam Kitab Pelarian (satu kitab dalam perjanjian lama) berimbas kepada orang yahudi yang tidak percaya kepada dunia wacana terkini. Hal ini karena sejalan dengan kritik idealis terhadap realitas empiris,yang mencapai puncaknya pada dialektika Hegelian. Meskipun orang tidak dapat membuat batas tegas antara para pendahulu yahudi di Mazhab Frankfurt dengan teori dialektikanya.
Habermas mengatakan, bahwa globalisasi terjadi karena adanya kepentingan pasar antar industri transnasional, tetapi meskipun keadaan ini mampu membuat infrastruktur baru secara sosial kepada masyarakat, kemampuan negara dalam memberikan kesadaran baru masyarakat itu sangat minim. Disinilah agama memegang peranan penting dalam sebagai peacemaker secara mental.

Habermas dan Ilmu Pengetahuan
Posisi teori dalam ilmu pengetahuan menduduki tempat penting untuk menjelaskan realitas karena pengetahuan dirumuskan kedalam dan diperoleh lewat teori. Dalam ilmu pengetahuan modern kata teori sudah kehilangan makna, oleh karena itu Habermas mengadakan penelitian genetik tentang konsep teori. Lalu ia kemudian mengembalikan konsep teori itu pada asal katanya “theoria” yang artinya kata ini sudah sangat tua dan berakar pada kosmologi dan tradisi religius yunani purba dengan melakukan kontemplasi seorang filsuf lalu memandang atau menatap kosmos yang bergerak teratur dan membuat lukisan-lukisan didalam dirinya. Dia meniru kosmos atau melakukan mimesis (meniru), dengan cara itu teori atau kontemplasinya itu mengarahkan tingkah lakunya .sampai pada tahap teori dalam pengertian kuno itu terkait dengan praxis.

Menurut habermas, konsep kuno itu menjadi dasar ontologi, dan dengan kontemplasi seorang filosof dapat memisahkan unsur-unsur yang tetap dan unsur-unsur yang selalu berubah. Usaha untuk menemukan yang tetap abadi dalam kosmos dan seluruh realitas itulah ontologi. Apa yang ingin dicapai ontologi adalah penjelasan objektif tentang seluruh realitas atau dengan kata lain teori murni. Dan satu hal yang menarik adalah bahwa Habermas mengaitkan usaha untuk memperoleh teori murni itu dengan proses emansipasi. (Husser mengatakan bahwa krisis disebabkan ilmu pengetahuan tidak lagi menganut konsep klasik tentang teori itu, sebaliknya Habermas mengatakan sebaliknya bahwa krisis itu terjadi karena ilmu pengetahuan menganut konsep yang klasik itu)

Kesimpulan 
Teori kritis  mampu membongkar kedok rasionalitas pencerahaan yang disebut rasionalitas instrumental itu telah gagal mencapai tujuan emansipatifnya yaitu membebaskan manusia dari perbudakan serta membangun kehidupan masyarakat independent yang bebas untuk mengatur kehidupan sosialnya sendiri. Kegagalan teori kritis generasi pertama lebih disebabkan terperangkap atas teori filosofis Karl Marx yang mereduksi manusia hanya sebagai makhluk pekerja. Kemudian Jurgen Habermas muncul sebagai pembaharu Teori Kritis dengan memperbaharui konsep paradigma komunikasi.

Hal ini begitu nampak dengan langkah-langkah Habermas yang melakukan dialog-dialog Habermas dengan Foucoult tentang kekuasaan, dengan Parson tentang krisis sosial, dengan Popper mengenai falsifikasi dan yang terakhir bagaimana Habermas merumuskan hermeneutika kritis yang mengadopsi psikoanalisa untuk menggabungkan explanation dan understanding yang mengarah pada metode refleksi diri. Oleh karena itulah teori kritis ini mampu diterapkan dalam berbagai studi sosial seperti penelitian sosial kritis, kebijakan Negara dan kebijakan sosial, kontrol sosial, analisa wacana dan media massa, kajian gender, psikologi sosial, sosiologi pendidikan, gerakan sosial, metode penelitian, ras dan etnisitas, politik mikro, pendidikan, serta pembaharuan sosiologi.

Pada hakekatnya teori kritis ini memiliki empat karakter utama yaitu :
Teori kritis bersifat historis, artinya teori kritis dilambangkan berdasarkan situasi masyarakat yang kongkrit dan kritik imanen yaitu kritik terhadap masyarakat yang nyata-nyata tidak manusiawi.
  1. Teori kritis bersifar kritis terhadap dirinya sendiri dengan cara evaluasi, kritik dan refleksi atas dirinya sendiri.
  2. Teori kritis menggunakan metode dialektis sehingga teori kritis memiliki kecurigaan terhadap situasi masyarakat aktual.
  3. Teori kritis adalah teori dengan maksud praktis yaitu teori yang mendorong transformasi masyarakat dan hanya mungkin dilakukan dalam praxis.
  4. Habermas memberikan sebuah gambaran mengenai teori kritis, dimana teori kritis ini merupakan sebuah metodologi yang ditegakkan di dalam ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Adapun ilmu pengetahuan yang dikehendaki di sini adalah ilmu pengetahuan yang bernuansa sosiologis. 

Penerapan Teori Kritis dalam kehidupan bermasyarakat dapat berguna untuk adanya perubahan yang lebih baik, tentunya berdasarkan situasi masyarakat pada kenyataannya, kemudian dengan cara evaluasi serta refleksi diri sehingga mendorong transformasi masyarakat.
Teori kritis merupakan sebuah metodologi yang berdiri di dalam ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Teori kritis tidak hanya berhenti pada fakta-fakta obyektif seperti yang dianut positifisme atau tradisional, akan tetapi menembus di balik realitas sosial untuk menemukan kondisi-kondisi yang timpang.

Teori kritis dikaji melalui dialektika antara teori kritis dengan teori tradisional, di samping itu ia juga bermaksud membongkar kedok-kedok teori tradisional mengenai pertautan pengetahuan dengan kepentingan. Teori kritis harus dipahami dalam konteks jamannya, tetapi manakala jaman itu memiliki karakter yang sama, maka tidak mustahil bahwa teori itu pun mempunyai relevansi dengan realitas jaman.

REFERENSI :
Iwan. (2016). Menelaah Teori Kritis Jürgen Habermas. Edueksos : Jurnal Pendidikan Sosial & Ekonomi, 3(2), 145–165.
Bonang (2018). Makalah Teori Kritis Jurgen Habermas. http://syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/edueksos/article/view/360
Keislaman, J. P., Keislaman, J. P., Vol, K., & Bima, M. (2018). Kritik modernitas menuju pencerahan: perspektif teori kritis mazhab frankfurt. 275–285.
Srivanto, F. R., Fromm, E., Lowental, L., Neumann, F., & Kirchheimer, O. (2006). PEMIKIRAN MAZHAB FRANKFURT : 1–10.
Viktorahadi, B. (2017). Kritik Jürgen Habermas Terhadap Peran Dan Fungsi Agama Dalam. Theologia, 28(2), 273–298.

RA - KIM Jagapati-Volunteer
RA - KIM Jagapati-Volunteer Jaga Diri Jaga Keluarga Jaga Negara - Silih Asah Asih Asuh

Post a Comment for "Teori Kritis Jurgen Habermas"

DOMAIN & HOSTING

Hosting Unlimited Indonesia